Home » » Antara Shalat dan Dekadensi Akhlak

Antara Shalat dan Dekadensi Akhlak

Oleh : Fakhry Emil Habib

Kasus I 

Seorang bule asal Belanda diundang untuk menjadi tutor di sebuah tempat kursus. Salah satu yang menjadi topik yang ia bahas adalah keterkejutannya dengan kelas di Indonesia yang menampung lebih dari dua puluh murid.
"Di negara kami, satu kelas paling hanya berisi 12 murid, itupun masih susah untuk diatur. Jika anda menganjurkan murid untuk tidak merokok, mereka akan menjawab 'Urus saja anak Anda, Pak Guru!', dan saya pribadi salut dengan rasa hormat kalian -orang Indonesia- terhadap guru kalian,"ujarnya.

***

Kasus II

Seorang guru mengeluhkan dekadensi akhlak yang mulai
merebak di sekolah tempat ia mengajar. Ia melihat tidak ada lagi yang bisa dijadikan teladan di antara murid-muridnya. Ia mulai merasa bosan dengan keadaan ini, dan bertanya kepada kawan-kawannya di dunia maya, bagaimana menanggulangi bobroknya prilaku pelajar yang memprihatinkan.

***

Dua kasus di atas benar-benar terjadi, karena memang berasal dari pengalaman pribadi, dan pengalaman orang dekat penulis.

Akhlak. Guru saya yang sangat saya hormati, Buya Deswandi, B.A., mengatakan bahwa akhlak adalah tindakan spontan seseorang saat dihadapkan pada suatu persoalan. Misalnya ketika Anda terjatuh, kemudian Anda mengumpat, maka itulah akhlak Anda. Ketika Anda beristighfar, maka itulah akhlak Anda.

Dan memang tidak dapat dipungkiri, mayoritas umat Islam -pada umumnya- dan pelajar -pada khususnya- lebih memilih untuk mengumpat saat ditimpa masalah daripada beristighfar. Dan tentu, seorang muslim -yang dituntut untuk amar makruf nahi munkar- akan merasa prihatin dengan kenyataan ini.

Jika generasi muda mulai menampakkan akhlak yang tidak baik, kambing hitam segera menjadi sorotan. Ada yang menyalahkan generasi itu sendiri yang tidak bisa mengendalikan diri. Ada yang menyalahkan para orang tua yang kebablasan mengawasi anak-anak mereka. Ada yang menyalahkan guru, yang lalai mendidik para muridnya. Ada juga yang bahkan menyalahkan para pemimpin bangsa, wakil rakyat, yang mempraktekkan politik kotor hingga berimbas pada dekadensi akhlak generasi muda.

Sebelum kita mencari kambing hitam, kenapa kita tidak mencari penyebab dulu? Apakah karena globalisasi? Bisa jadi. Atau karena tayangan televisi yang tidak mendidik? Mungkin. Ataukah karena Shalat yang sudah tidak terkontrol? Ini yang pasti.

Jika dilakukan riset, tentang presentase antusiasme pelajar dalam melaksanakan shalat, maka saya, tidak yakin angka 50% akan tembus. Jika shalat saja sudah malas, maka tidak diragukan lagi, membaca Al-Quran pun juga ikut menjadi kebiasaan lama yang telah dimusiumkan. Lalu apa hubungannya meninggalkan shalat dengan dekadensi akhlak?

Coba kita renungkan ayat Al-Quran Al-Ankabut:45 berikut:

اتل ما أوحي إليك من الكتاب وأقم الصلاة إن الصلاة تنهى عن الفحشاء والمنكر ولذكر الله أكبر والله يعلم ما تصنعون

“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Ankabut: 45)

Allah yang menjamin bahwa shalat dapat membentengi diri dari rusaknya moral, buruknya akhlak dan bobroknya perbuatan. Jika segala bentuk kemaksiatan terjadi, maka sudah pasti karena shalat yang mulai ditinggalkan. Dan jika diadakan riset mengenai pelajar yang tawuran, narkoba, miras, maka bisa dijamin, dapat dipastikan tidak ada di antara mereka yang shalatnya teratur.

Kita lihat juga contoh lain, dalam Kasus I di prolog tulisan ini, mengenai kenyataan lapangan yang terjadi di Belanda, mengenai pelajar yang sulit diatur. Ya, wajar saja jika hal tersebut terjadi, karena memang mereka -bukan termasuk kaum Muslim Belanda- tidak pernah shalat.

Untuk itu, jangan sampai kita, sebagai penduduk di negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, menganggap remeh shalat, apalagi dalam pembentukan pribadi generasi muda. Khususnya bagi orang tua, karena Rasulullah SAW bersabda :

مروا الصبي بالصلاة إذا بلغ سبع سنين ، وإذا بلغ عشر سنين فاضربوه  (رواه أبو داود والترمذي وغيرهما بأسانيد صحيحة)ت
Artinya:
"Suruhlah anakmu shalat jika ia telah berumur 7 tahun, dan jika ia berumur 10 tahun (dan enggan untuk shalat) maka pukullah ia" (HR. Abu Daud dan Turmudzi, dan perawi lain dengan riwayat yang shahih)

Pastinya untuk urusan dekadensi akhlak, yang pertama bertanggungjawab adalah orang tua, karena merekalah guru pertama bagi anak-anak. Jika anak-anak telah mencapai usia sekolah, maka otomatis, orang tua telah berbagi tanggung jawab tersebut dengan guru. Dan untuk lebih umumnya, semua umat Islam berkewajiban untuk mengajak saudaranya untuk shalat, sebagai aplikasi dari perintah amar makruf nahi munkar.
Betapa indahnya, jika umat Islam Indonesia selalu berdesak-desakan di mesjid untuk melaksanakan shalat berjamaah. Betapa indahnya, jika persaudaraan semakin kuat saat shalat telah ditunaikan secara bersama. Dan betapa indahnya, saat shalat tersebut berbuah, dengan hilangnya segala bentuk kerusakan moral.

Ini tugas kita, inilah tujuan hidup kita.

Semoga Allah selalu menuntun kita untuk jadi lebih baik.. ^_^

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : Facebook | Twitter | Google+
Copyright © 2013. Al-Fatih Revolution Brotherhood - Tolong sertakan sumber saat mengutip :)
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger