Bacaan Terbaru Selamat Membaca (^_^)

Sudah Sarjana Agama, Kok Masih Belum Jadi Ulama? (Bacaan Wajib Untuk Pelajar Ilmu Agama)

Seorang mahasiswa lulusan sebuah pesantren moderen mendatangi seorang ulama. Pikirannya kalut, orientasinya berkabut, ia hendak bertanya dan meminta nasihat.

"Abuya. Saya seorang lulusan pesantren terkemuka. Nilai-nilai saya cemerlang. Kini pun saya termasuk mahasiswa berprestasi. Namun kenapa saat saya terjun ke masyarakat, saya merasa ilmu saya tak jauh beda dengan masyarakat awam? Padahal bertahun sudah saya lalui, banyak materi sudah saya korbankan. Bahkan saya rela untuk menunda menikah dan berpisah dengan orang tua,"

Apa yang Harus Dilakukan Jika Si Ayah Tidak Mampu Mengajari Si Kecil Beribadah?

Seorang pemuda mendatangi seorang alim, hendak bertanya perihal pendidikan agama dalam keluarga.

P (pemuda) : "Buya, beberapa waktu lalu, Abuya menyampaikan bahwa ilmu agama yang kita sampaikan kepada orang lain harus disandarkan kepada imam mujtahid, yang didapat dari proses belajar di bawah bimbingan ulama. Dan tanpa dua syarat ini, berarti ilmu agama yang dimiliki tidak valid. Begitukah, Buya?"

B (buya) : "Iya benar."

Ini yang Harus Anda Lakukan dalam Memilih Pendapat Ulama yang Bisa Diamalkan!

J : Buya, saya ingin bertanya. Saat ini saya sebagai muslim awam* mendapatkan banyak sekali informasi, termasuk juga informasi terkait perkara agama. Yang jadi masalah adalah, informasi yang saya dapat itu bermacam-macam sekali. Dalam satu kasus saja, pendapat ulama bisa banyak berbeda. Lalu bagaimana cara saya memilih pendapat yang akurat, agar saya bisa beramal dengan tenang? Pendapat mana yang akan saya gunakan?

B : Pakailah pendapat yang Saudara dapat langsung dari lisan guru.

Ilmu agama ini bukan sekedar informasi yang bisa diterima mentah-mentah saja langsung dari buku ataupun internet macam gosip selebriti. Kalau saudara salah paham, maka amal yang saudara lakukan nanti juga pasti salah.

Ini Sebabnya, Mengapa Anda harus Benar-benar Berhati-hati Mengambil Sumber Ilmu Agama!

Siang itu suasana kelas terasa nikmat. Diskusi yang dikomandoi langsung oleh dosen kami, Dr. Mahmud Abu Sayyid juga terasa cair dan menarik.

Semua terasa normal, hingga kami masuk pada permasalahan 'hukum membaca al-fatihah dalam salat'. Entah kenapa, dengan konyol seorang mahasiswa menyeletuk, "Bukankah al-Fatihah bukanlah rukun salat dalam mazhab Imam Abu Hanifah, sehingga tidak perlu dibaca?"

Suasana kelas hening seketika. Air muka Dr. Mahmud berubah, tanda ada hal yang tidak beliau suka.

Menggunakan Obat Tetes Hidung Saat Berpuasa, Batalkah?

Allah jelas-jelas mengatakan bahwa orang yang sakit dibolehkan untuk tidak berpuasa dan mengganti di hari lainnya,

Makanya, tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa memakai obat tetes hidung, tetas telinga, ataupun obat dubur itu tidak membatalkan puasa,

Karena segala hal yang masuk ke dalam lubang terbuka di tubuh, itu membatalkan puasa, termasuk lubang kemaluan, dubur, hidung maupun telinga,

Tiga Tingkatan Ikhlas yang Harus Diketahui

Ikhlas itu ada tiga tingkatan,

Pertama, yang terendah, adalah melakukan karena amal karena mengharapkan maslahat dunia yang Allah janjikan,

Contohnya bersedekah dan menyingkirkan beban hidup saudara kita, agar Allah juga singirkan beban yang kita hadapi. Ataupun berpuasa dengan alasan kesehatan,

Kedua, yang menengah, adalah beramal karena mengharapkan maslahat akhirat. Tak usah ditanya, sudah jelas kategori ini adalah keikhlasan yang termotivasi surga balasan, ataupun neraka sebagai ancaman,

 
Support : Facebook | Twitter | Google+
Copyright © 2013. Al-Fatih Revolution Brotherhood - Tolong sertakan sumber saat mengutip :)
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger