Home » » Lelucon Berkedok Teori Kedokteran di dalam Permasalahan Khitan (Wanita)

Lelucon Berkedok Teori Kedokteran di dalam Permasalahan Khitan (Wanita)



*Mohon maaf sebelumnya jika ada beberapa diksi yang sekiranya tidak pantas.

Bismillah,

Polemik agama yang sebenarnya telah diatur dan diselesaikan oleh ulama-ulama terdahulu kembali diobok-obok oleh pihak yang tidak bertanggungjawab. Poligami, isu gender, dan kini khitan wanita, seolah menjadi celah kelemahan dalam Islam di mata pengusung SEPILIS (Sekularisme, Pluralisme, Liberalisme), yang kebanyakan berkiblat pada kajian orientalis. Namun, benarkah syariat khitan pada wanita merupakan kelemahan Islam?

Khitan Wanita Menurut Ulama Mazhab yang Empat

Adanya pensyariatan khitan bagi wanita adalah ijma` ulama yang tidak bisa lagi diganggu gugat, meskipun para ulama berbeda pendapat mengenai hukumnya. Praktek khitan wanita sendiri di dalam Mausu`atu’l Fiqhi’l Islamiy karya Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhailiy adalah memotong lapisan kulit teratas pada bagian teratas kemaluan (klitoris), dan tidak boleh menghilangkan seluruh bagian klitoris tersebut.

Rasulullah SAW bersabda, “Ada lima hal fitrah: 1) mencukur bulu yang tumbuh di bagian bawah perut, 2) khitan, 3) memotong kumis, 4) mencabut bulu ketiak, 5) memotong kuku.”

Khitan wanita menurut Imam Syafi’i (mazhab yang umum dipakai di Indonesia) hukumnya wajib, sama dengan khitan bagi laki-laki. Mazhab Syafi’iyah berdalil dengan hadits Nabi SAW yang disebutkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar, “Siapapun yang masuk Islam, maka hendaklah ia berkhitan!”. 

Menilik pada hadits-hadits yang telah disebutkan, maka khitan baik bagi laki-laki maupun perempuan hukumnya wajib, karena tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan di dalam syariat kecuali beberapa permasalahan yang secara jelas dibedakan antara keduanya, seperti permasalahan haid.

Posisi khitan sebagai syiar Islam juga membedakan antara muslim dan non-muslim, maka otomatis, hukumnya sama dengan syiar Islam lain seperti salat, puasa, zakat, haji, dan ibadah-ibadah lainnya. Mazhab Hanbali sepakat dengan pendapat ini.

Lain halnya dengan mazhab Maliki dan Hanafi. Meskipun dua mazhab ini mengakui adanya pensyariatan khitan wanita di dalam Islam, namun hukumnya tidak sampai pada taraf wajib. Khitan bagi wanita di dalam mazhab ini adalah makrumah, yang jika diinterpretasikan ke dalam hukum fiqih adalah sunnah.

Pernyataan WHO Mengenai Female Genital Mutilation (FGM)
Sumber mengenai bahaya khitan bagi wanita yang banyak digunakan oleh oknum yang melarang khitan wanita adalah pandangan WHO (World Health Organization) dalam website resminya www.who.int/mediacentre/factsheets/fs241/en/  mengenai female genital mutilation (FGM). Praktek FGM sendiri menurut WHO terbagi atas beberapa bentuk:
  1.  Clitoridectomy, yaitu FGM dengan membuang sebagian atau seluruh klitoris. Prosedur ini (menurut WHO) sangat jarang dilakukan.
  2.  Eksisi, yaitu FGM dengan membuang seluruh atau sebagian klitoris serta bibir kemaluan bagian dalam. Dalam beberapa kasus, bibir kemaluan bagian luar juga ikut dibuang.
  3.  Infibulasi, yaitu FGM yang menyempitkan muara kemaluan dengan semacam “segel” yang dibuat dari pemotongan bibir kemaluan.
  4. Proses FGM lainnya berupa menusuk, menindik, dan menoreh dan mengikis area kelamin wanita.
Menurut WHO, praktek FGM ini terjadi paling banyak di kawasan Afrika. Sekilas praktek FGM yang dijelaskan oleh WHO terdengar mengerikan. Tak heran jika WHO menyebutkan bahwa praktek FGM ini tidak memiliki manfaat sama sekali, bahkan menimbulkan bahaya kesehatan, juga dampak psikologis berupa trauma terhadap korban FGM.

Kesalahpahaman dalam Memahami Praktek Female Genital Mutilation (FGM) dan Kaitannya dengan Khitan Wanita

Pernyataan resmi WHO yang seolah menolak syariat khitan wanita bagai minyak tanah yang menyiram api kebencian di dalam hati para pembenci Islam. Dengan media yang mereka kuasai, dimunculkanlah isu-isu gagalnya syariat yang satu ini. Berhasilkah? Tentu, karena memang watak masyarakat Indonesia saat ini yang begitu mudah terpengaruh dengan opini-opini yang belum tentu kebenarannya.

Namun jika kembali diteliti, ternyata pernyataan WHO tersebut bukan merujuk pada khitan wanita yang disyariatkan oleh Islam, karena WHO hanya menolak praktek Female Genital Mutilation, yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia secara benar adalah mutilasi organ vital wanita. 

Faktanya praktek khitan wanita yang dilaksanakan sesuai dengan syariat Islam –yang hanya menyingkirkan lapisan kulit teratas klitoris- tidak akan menimbulkan trauma, pendarahan, ataupun kangker. Malah sebaliknya, khitan wanita memberi banyak manfaat, seperti mencegah terjadinya kanker dan menambah kenikmatan dalam berhubungan suami-istri. 

Contoh kongkretnya, tidak pernah ada pengaduan mengenai dampak-dampak negatif tersebut di komunitas Islam Indonesia, yang memang mempraktekkan khitan wanita.

Tak heran, jika Majlis Ulama Indonesia (MUI) tetap mengambil keputusan bahwa khitan bagi wanita adalah bentuk makrumah (perbuatan mulia) yang diterjemahkan sebagai sunnah di dalam kajian fiqih, dan tak patut ditinggalkan.

Bagaimana Menyikapi Serangan-serangan Terhadap Syariat

Serangan-serangan terhadap syariat yang kini tengah gencar dilancarkan sebenarnya tak lebih dari lelucon berkedok ilmiah, karena kesadaran untuk kembali kepada syariat sudah mulai mewabah bagi kalangan umat Islam, khususnya pasca krisis ekonomi dan sosial yang menimpa Amerika Serikat dan Benua Eropa 2011 silam. Hal ini menggugah para pemikir barat, bahwa hanya dengan sistem Islamlah keadaan dapat kembali distabilkan. Kenyataan inilah yang membuat gentar dada mereka yang benci dengan pesatnya perkembangan Islam.

Meskipun jika diteliti, Islamlah yang unggul dari segi teori dan fakta lapangan, tetap saja Islam kalah dari segi media untuk menyampaikan kebenaran tersebut kepada masyarakat.

Mengikuti perkembangan berita tentu sangat penting, namun lebih penting lagi adalah menganalisa serta memastikan bahwa berita yang diterima itu benar adanya, karena hal inilah yang sangat diwanti-wanti Allah di dalam surat Al-Hujurat ayat 6, yang artinya, “Hai orang-orang beriman! Jika datang kepadamu seorang fasiq membawa sebuah kabar, maka pastikanlah kebenaran kabar tersebut sebelum ada pihak yang kamu rugikan (dengan tuduhan, kecurigaan maupun tindakan) dan kemudian kamu menyesal atas apa yang kamu lakukan!”. Wallahu a’lam bishawwab.

Bijaknya seseorang adalah ketika sebuah kebenaran disampaikan, maka dengan rendah hati ia terima, dan dengan bijak pula, ia sebarkan.

Semoga Allah selalu menuntun kita untuk jadi lebih baik.. ^_^


Kairo, 4 Jumadil Akhir 1434H/14 April 2013M

2 komentar:

  1. Subhanallah, memang benar adanya hal di atas, ya lagi2 karena kita kalah media dan metodologi, jadi hal manis dibuat pahit. orang Islam dibikin alergi dengan Islam sendiri.

    BalasHapus

 
Support : Facebook | Twitter | Google+
Copyright © 2013. Al-Fatih Revolution Brotherhood - Tolong sertakan sumber saat mengutip :)
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger