Oleh : Fakhry Emil Habib
Bismillah,
Mungkin kau akan menganggap tulisanku ini tidak penting, Kawan..
Atau mungkin kau akan anggap aku menyinggungmu. Tapi tidak, aku tulis ini, agar tidak terjadi kesalahpahaman bagi mereka yang ingin mempelajari bahasa Minang.
Sering ku dengar -akhir-akhir ini- dari rekan yang sama-sama orang Minang, seolah mereka me-Minang-kan istilah Indonesia.
Contoh kongkritnya:
1. Nyantai aja -> Nyantai ajo (ini contoh yang salah)
Harusnya : Santai sen lah/Santai men lah/Santai miang lah/Santai se lah/Santai je lah.
"ajo" itu bukan berarti "saja" atau "aja", tapi "ajo" panggilan untuk senior dari Pariaman.
2. Sepertinya nanti hujan -> Kayaknyo beko ujan (ini contoh yang salah)
Harusnya: Bantuakno ujan beko/mode ka ujan ari/Rasono ujan beko
Kayak itu dalam bahasa Minang adalah tempurung kelapa. (eh, itu sayak ndak? to bialah, pokokno "kayak" ko ndak do dalam kamus gadang baso Minang. hehe)
Kalau hal seperi ini dibiarkan berlarut-larut, akan terjadi Minangisasi besar-besaran istilah Indonesia. Contoh konkretnya:
-Celana -> Celano (harusnya "sarawa")
-Meja -> Mejo (harusnya tetap "meja")
-Kemeja -> Kemejo (ya tetap "kemeja harusnya)
-Sisir -> Sisia (harusnya "sikek")
dan masih banyak lagi.
Tentu akan sangat lucu jika Panitahan Adaik Minang beberapa tahun nanti dimasuki oleh kata-kata "bid'ah" seperti ini. (hehehe)
Bahasa Minang memang mudah dipelajari jika kita bisa berbahasa Indonesia, namun bukan berarti bahasa Minang berasal dari Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesialah yang berasal dari Bahasa Melayu, dan banyak menyerap Bahasa daerah, termasuk bahasa Minang.
Jadi intinya, bahasa Minang tidak bisa dipelajari hanya dengan otodidak melalui "rumus", tapi ya dipelajari lewat "talaqi" dengan orang Minang yang memang teruji kepandaiannya berbahasa Minang.
Cintoi Minang, Minang nan sabana Minang.. Tapi yang pasti, Cintai ISLAM..
Semoga Allah selalu menuntun kita untuk jadi lebih baik.. ^_^
Bismillah,
Mungkin kau akan menganggap tulisanku ini tidak penting, Kawan..
Atau mungkin kau akan anggap aku menyinggungmu. Tapi tidak, aku tulis ini, agar tidak terjadi kesalahpahaman bagi mereka yang ingin mempelajari bahasa Minang.
Sering ku dengar -akhir-akhir ini- dari rekan yang sama-sama orang Minang, seolah mereka me-Minang-kan istilah Indonesia.
Contoh kongkritnya:
1. Nyantai aja -> Nyantai ajo (ini contoh yang salah)
Harusnya : Santai sen lah/Santai men lah/Santai miang lah/Santai se lah/Santai je lah.
"ajo" itu bukan berarti "saja" atau "aja", tapi "ajo" panggilan untuk senior dari Pariaman.
2. Sepertinya nanti hujan -> Kayaknyo beko ujan (ini contoh yang salah)
Harusnya: Bantuakno ujan beko/mode ka ujan ari/Rasono ujan beko
Kayak itu dalam bahasa Minang adalah tempurung kelapa. (eh, itu sayak ndak? to bialah, pokokno "kayak" ko ndak do dalam kamus gadang baso Minang. hehe)
Kalau hal seperi ini dibiarkan berlarut-larut, akan terjadi Minangisasi besar-besaran istilah Indonesia. Contoh konkretnya:
-Celana -> Celano (harusnya "sarawa")
-Meja -> Mejo (harusnya tetap "meja")
-Kemeja -> Kemejo (ya tetap "kemeja harusnya)
-Sisir -> Sisia (harusnya "sikek")
dan masih banyak lagi.
Tentu akan sangat lucu jika Panitahan Adaik Minang beberapa tahun nanti dimasuki oleh kata-kata "bid'ah" seperti ini. (hehehe)
Bahasa Minang memang mudah dipelajari jika kita bisa berbahasa Indonesia, namun bukan berarti bahasa Minang berasal dari Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesialah yang berasal dari Bahasa Melayu, dan banyak menyerap Bahasa daerah, termasuk bahasa Minang.
Jadi intinya, bahasa Minang tidak bisa dipelajari hanya dengan otodidak melalui "rumus", tapi ya dipelajari lewat "talaqi" dengan orang Minang yang memang teruji kepandaiannya berbahasa Minang.
Cintoi Minang, Minang nan sabana Minang.. Tapi yang pasti, Cintai ISLAM..
Semoga Allah selalu menuntun kita untuk jadi lebih baik.. ^_^
0 komentar:
Posting Komentar