Di sudut kota baru, di sebuah pulau di pelosok negara terpencil, hanya ada seorang penjual kue, Gari namanya,
Kepiawaiannya membuat kue lezat sangat terkenal bahkan hingga ke kota tetangga. Memang, ia telah belajar membuat kue jauh sejak ia masih remaja. Beberapa orang mengatakan bahwa untuk belajar membuat kue, Gari telah menjelajahi Benua Eropa.
Setiap hari, ratusan orang mengantri di toko kuenya. Ada yang memesan kue ulang tahun, bahkan beberapa juga memesan kue hari raya. Selalu ramai, dan Gari pun selalu
Kepiawaiannya membuat kue lezat sangat terkenal bahkan hingga ke kota tetangga. Memang, ia telah belajar membuat kue jauh sejak ia masih remaja. Beberapa orang mengatakan bahwa untuk belajar membuat kue, Gari telah menjelajahi Benua Eropa.
Setiap hari, ratusan orang mengantri di toko kuenya. Ada yang memesan kue ulang tahun, bahkan beberapa juga memesan kue hari raya. Selalu ramai, dan Gari pun selalu
semangat melayani setiap
pelanggan. Gari sangat ramah dan mudah diajak bicara.
Terkadang saat toko tak begitu ramai, Gari menceritakan sedikit rahasia pembuatan kuenya kepada pengunjung,
"Oh, aku memakai vanila,"
"Oh, ini tidak memakai putih telur,"
Hingga ada seorang anak muda bernama Ritih yang selalu menyempatkan diri berkunjung ke toko Gari, untuk sekedar mengetahui rahasia kelezatan kue buatan Gari.
Ritih mencatat setiap detail rahasia-rahasia yang disampaikan Gari, dan Ritih pun mencoba membuat kue sesuai dengan bocoran-bocoran singkat dari Gari yang disampaikannya secara reflek tak sengaja,
Menurutmu bagaimana rupa kue yang dibuat Ritih?
Menggenaskan! Mungkin bisa disebut bantat, memang, tapi beberapa tepung menggumpal di dalamnya. Saat dipotong, keadaannya lebih parah dari korban mutilasi,
Ritih kecewa, padahal ia telah mengundang kawan-kawannya untuk makan kue bersama. Kasihan, teman-temannya malah mengejek kue buatannya, hingga Ritih habis kesabaran.
"Kau tahu, aku membuat kue ini berdasarkan resep Gari!" ah, malah Gari yang disalahkan.
Ya, hal itu menjadi petaka, hingga orang-orang menganggap Gari penipu besar.
Mereka menganggap Gari telah memberi petunjuk salah untuk Ritih
dalam membuat kue. Mereka menganggap Gari telah mengerjai Ritih, padahal
Ritih lah yang telah sok tahu mencoba-coba membuat kue berbekal resep
tak sempurna,
Reputasi Gari hancur, toko kuenya bangkrut, dan begitulah. Gari si Pembuat Kue.
***
Ada banyak da'i yang seharusnya mengajar fikih kepada jamaahnya, malah ilmu Ushul Fikih yang diajarkan,
Harusnya hadits, malah Ilmu Hadits yang diajarkan,
Harusnya tafsir, malah ilmu tafsir yang diajarkan,
Seperti Gari si Pembuat kue, yang seharusnya hanya menjual kue, namun ia memberi sedikit potongan-potongan resep yang tidak sempurna,
Saat ini terjadi, maka yang kemudian dihasilkan oleh da'i-da'i
salah kurikulum ini adalah jamaah sok tahu seperti Ritih, yang merasa
sudah ahli membuat kue padahal ia hanya mendengar potongan-potongan
rahasia Gari,
Jika Gari lebih bijak untuk HANYA menjual kue tanpa mengobral potongan resep, tentu tokonya tak akan tutup, pelanggannya tak akan pergi,
Ada baiknya para da'i yang akan terjun ke medan dakwah belajar dari pengalaman fiktif Gari, dengan cukup "menjual kue" tanpa mengobral "potongan resep", kecuali memang ingin mengajarkan "seluruh resep" secara utuh,
Karena mengajarkan potongan-potongan tak lengkap dengan metode yang tak sistematis hanya akan membuahkan impossible puzzle,
Karena mengajarkan usul fikih kepada jamaah yang bahkan tak tahu kaidah bahasa Arab hanya akan membuat mereka menjadi sosok Ritih, membuat mereka merasa sudah bisa melakukan fatwa,
Tak Heran nanti jika mental-mental seperti Pana si Mahasiswa Teknik Sipil akan menjamur, bahkan sekarang pun sudah berseliweran,
Sepenggal kisah Gari dan Ritih, yang memang membuat "manggaritih" (silakan cari arti manggaritih di Google Translate bahasa Minang :D )
Semoga Indonesia memiliki ulama yang tahu apa yang dibutuhkan umat,
Semoga Umat tahu bagaimana mendengarkan nasihat ulama agar selamat hingga akhirat,
Semoga Allah selalu menuntun kita untuk jadi lebih baik.. ^_^
0 komentar:
Posting Komentar