Oleh : Fakhry Emil Habib
Pernah
suatu ketika, saat aku masih mengenakan seragam putih merak di SD *****. Seorang guru melempar buku ke arahku
karena aku lupa mengerjakan PR. Sakitnya tak seberapa, akupun sadar
bahwa salahku memang yang tidak membuat PR. Namun satu hal yang membuat
hatiku rusak, guru tersebut melemparku dengan buku bukan atas dasar
menghukum, tapi atas dasar emosi.
Pernah juga seorang guru di SD ku yang lain, melecut telapak tanganku dengan rotan karena PR tidak ku kerjakan hingga selesai. Sakit? Tentu saja. Bahkan lebih sakit dari lemparan buku dahulu. Namun rasa sakitnya hanya sampai di telapak tangan, dan rasa hangatlah yang mengalir sampai ke hati, karena aku tahu beliau menghukumku atas rasa sayangnya, bukan dengan luapan amarah. Dan beliau akan selalu ada dalam daftar "guru teladan"ku.
Teruntuk kepada guru, maupun calon guru. Jika Engkau mendidik muridmu yang bersalah, maka didiklah dengan kasih sayang, bukan dengan luapan emosi. Hukuman yang kau beri atas dasar emosi, akan membekas dan sulit hilang dari hati murid-muridmu. Akan menimbulkan kenangan buruk, yang Engkau tak tahu apa akibatnya 20 tahun mendatang. Karena Engkau juga tak tahu akan jadi apa muridmu nanti. Presiden? Bisa jadi. Bisnismen? Mungkin. Da'i beken? Tak ada yang bilang tak mungkin.
Lalu apakah mereka akan tetap mengingat Engkau saat mereka ada di posisi tersebut?
Well, tidak ada profesi yang menjadikan akhlak yang baik sebagai syarat. Namun bagi seorang guru, akhlak yang baik adalah harga mati. Karena di tangan gurulah akan lahir seorang sosok REVOLUSIONER, namun di tangan seorang guru pulalah akan lahir seorang MAFIA yang lebih kejam dari HITLER.
Maka akan jadi siapakah murid yang sedang atau akan engkau bina?
Semoga Allah selalu menuntun kita untuk jadi lebih baik.. ^_^
Pernah juga seorang guru di SD ku yang lain, melecut telapak tanganku dengan rotan karena PR tidak ku kerjakan hingga selesai. Sakit? Tentu saja. Bahkan lebih sakit dari lemparan buku dahulu. Namun rasa sakitnya hanya sampai di telapak tangan, dan rasa hangatlah yang mengalir sampai ke hati, karena aku tahu beliau menghukumku atas rasa sayangnya, bukan dengan luapan amarah. Dan beliau akan selalu ada dalam daftar "guru teladan"ku.
Teruntuk kepada guru, maupun calon guru. Jika Engkau mendidik muridmu yang bersalah, maka didiklah dengan kasih sayang, bukan dengan luapan emosi. Hukuman yang kau beri atas dasar emosi, akan membekas dan sulit hilang dari hati murid-muridmu. Akan menimbulkan kenangan buruk, yang Engkau tak tahu apa akibatnya 20 tahun mendatang. Karena Engkau juga tak tahu akan jadi apa muridmu nanti. Presiden? Bisa jadi. Bisnismen? Mungkin. Da'i beken? Tak ada yang bilang tak mungkin.
Lalu apakah mereka akan tetap mengingat Engkau saat mereka ada di posisi tersebut?
Well, tidak ada profesi yang menjadikan akhlak yang baik sebagai syarat. Namun bagi seorang guru, akhlak yang baik adalah harga mati. Karena di tangan gurulah akan lahir seorang sosok REVOLUSIONER, namun di tangan seorang guru pulalah akan lahir seorang MAFIA yang lebih kejam dari HITLER.
Maka akan jadi siapakah murid yang sedang atau akan engkau bina?
Semoga Allah selalu menuntun kita untuk jadi lebih baik.. ^_^
0 komentar:
Posting Komentar