Eit, jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan, kawan,
karena jika kau tahu apa itu tasawuf, maka kau akan jatuh cinta.
Berawal dari penjelasan Buya Deswandi (guru tasawufku waktu itu) yang
menjelaskan pentingnya belajar tashawuf, yang jika diterjemahkan adalah
proses penyucian jiwa,
Secara praktisnya, fikih mengatur urusan
ibadah badan seperti shalat dan jual beli, sedangkan tashawuf mengurus
urusan akhlak, urusan hati, seperti iri, sombong, gunjing dan lainnya,
Bahkan saking pentingnya, Buya Deswandi mengutip sebuah kaidah umum
antara fikih dan tasawuf, "siapa yang mendalami fikih tanpa menyelami
tasawuf maka ia telah berprilaku zindiq (menghancurkan agama)".
Subhanallah,
Kini baru bisa ku cerna, pentingnya tasawuf.
Kawan, biar kujelaskan dengan contoh,
Kini baru bisa ku cerna, pentingnya tasawuf.
Kawan, biar kujelaskan dengan contoh,
Di dalam fiqih, kewajibanmu untuk
shalat Jumat gugur hanya dengan mengikuti satu rakaat terakhirnya saja.
Namun jika ditilik dari kajian tasawuf, akankah kau dapatkan pahala?
Kemudian, di dalam kajian fikih, jika kau memberiku baju seharga 3 miliar, maka aku boleh saja menggunakannya sebagai keset kamar mandi karena baju itu sudah jadi punyaku. Namun akankah kau rela jika baju pemberianmu aku jadikan keset? Disinilah tasawuf beraksi,
Lagi, seorang istri di dalam fiqih boleh saja meminta upah kepada suaminya atas jasanya menyusui anak-anak mereka berdua. Namun jika kita kemukakan pandangan tasawuf, pantaskah?
Maka akankah kita hanya mengedepankan aspek ibadah ritual (fiqih) tanpa menyeimbangkannya dengan ibadah spiritual (tashawuf)?
Oh, ya, Buya Deswandi dulu juga mewanti-wanti ajaran-ajaran tasawuf yang tidak sesuai dengan Al-Quran dan Sunnah. Makanya, dalam belajar tasawuf pun harus diseimbangkan dengan fikih, karena keduanya bagai dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan.
Semoga Allah selalu menuntun kita untuk jadi lebih baik.. ^_^
Kemudian, di dalam kajian fikih, jika kau memberiku baju seharga 3 miliar, maka aku boleh saja menggunakannya sebagai keset kamar mandi karena baju itu sudah jadi punyaku. Namun akankah kau rela jika baju pemberianmu aku jadikan keset? Disinilah tasawuf beraksi,
Lagi, seorang istri di dalam fiqih boleh saja meminta upah kepada suaminya atas jasanya menyusui anak-anak mereka berdua. Namun jika kita kemukakan pandangan tasawuf, pantaskah?
Maka akankah kita hanya mengedepankan aspek ibadah ritual (fiqih) tanpa menyeimbangkannya dengan ibadah spiritual (tashawuf)?
Oh, ya, Buya Deswandi dulu juga mewanti-wanti ajaran-ajaran tasawuf yang tidak sesuai dengan Al-Quran dan Sunnah. Makanya, dalam belajar tasawuf pun harus diseimbangkan dengan fikih, karena keduanya bagai dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan.
Semoga Allah selalu menuntun kita untuk jadi lebih baik.. ^_^
0 komentar:
Posting Komentar