Bismillah,
Agak berat untuk dibaca, namun aku sudah berusaha agar mudah dipahami dan tidak membuat berat mata,
Warisan berbentuk rumah dan tanah tak jarang menimbulkan sengketa,
Beberapa menyarankan agar benda-benda di atas dijual hingga bisa dibagi rata,
Logis? Tentu jika kita hanya melihat dari sudut pandang sempit pembagian harta,
Agak berat untuk dibaca, namun aku sudah berusaha agar mudah dipahami dan tidak membuat berat mata,
Warisan berbentuk rumah dan tanah tak jarang menimbulkan sengketa,
Beberapa menyarankan agar benda-benda di atas dijual hingga bisa dibagi rata,
Logis? Tentu jika kita hanya melihat dari sudut pandang sempit pembagian harta,
Karena kebanyakan kita ingin semua serba praktis, tak sedikit juga yang berharap setelah mendapat warisan bisa jadi kaya raya,
Namun ada beberapa hal yang hendaknya kita renungkan bersama,
Saat rumah dijual,
Kita tak menyadari bahwa kenangan di dalamnya harusnya tetap dijaga,
Kita juga tak menyadari bahwa bisa jadi saat bangunan rumah dijual, akan ada anggota keluarga yang akan tiba-tiba jadi tunawisma,
Saat tanah dijual,
Kita tak menyadari bahwa tanah akan lebih bernilai saat dijadikan ladang usaha ketimbang langsung ditukar dengan emas permata,
Pelik? Tentu saja, namun Adat Minangkabau memberi solusi mantap yang luar biasa,
Di Ranah Minang, tanah dan rumah seharusnya bukan milik pribadi, namun adalah milik keluarga,
Dampaknya, saat seseorang meninggal dunia, tanah dan rumah tidak masuk ke dalam daftar peninggalan harta,
Sehingga, rumah bisa ditempati oleh ahli waris yang ingin tinggal disana,
Sedangkan tanah bisa dimanfaatkan sebagai ladang atau lokasi usaha dengan hasil yang dibagi sesuai bagian yang telah diatur oleh agama,
Dengan begini, warisan di Ranah Minang tak hanya berhenti pada generasi sesudah mayat, namun terus-menerus hingga bahkan mungkin saat kiamat tiba,
Inilah yang disebut Harato Pusako, Tajua indak dimakan bali, Tasando indak dimakan gadai, begitulah saking dianggap berharga,
Kalaupun masih ada yang menganggap hal ini bertentangan dengan agama, maka tak ada salahnya jika pelajaran faraidh kembali dibaca,
Ada namanya hak takharruj, yang memperkenankan sedikit perubahan asal seluruh ahli waris rela,
Nilai materi dapat saja terganti, namun nilai historis hanya akan digadaikan oleh mereka yang tak peka,
Makanya aku berani mengatakan bahwa tak ada pertentangan antara faraidh dan sistem Harato Pusako, (harta pusaka)
Bahkan aku bangga dengan sistem ini, karena dapat mencegah berdirinya rumah ibadah selain Masjid di Tanah Pusako, seperti klenteng ataupun gereja,
Yang kita butuhkan bukan memperbaiki sistem warisan Minangkabau, namun yang kita butuhkan adalah merubah mindset dengan cara melihat dari berbagai titik yang berbeda,
Terimakasih kepada guru-guru yang telah mengajariku sistem waris Islam, terutama Uda Hafiz Safitri Sutan Rajo Batuah,
Semoga Islam kembali tegak di Ranah Minang yang dulunya salah satu pusat para ulama,
Semoga Allah selalu menuntun kita untuk jadi lebih baik.. ^_^
0 komentar:
Posting Komentar